Saudaraku rekan pendidik dan orangtua..
Kita memahami bahwa "aqil baligh" ditandai dengan mensturasi pada anak wanita dan "sweat dream" pada anak pria... menurut penelitian, generasi millennial mengalami "aqil baligh" pada usia 12-15 tahun. Dalam perpekstif kewajiban dan tanggung jawab yang harus diemban oleh manusia dewasa, masa setelah itu disebut "sinnu taklif", yaitu masa ketika kewajiban anak kita setara dengan orang tuanya dalam beribadah, mencari nafkah, menikah dstnya.
Itu artinya, sistem pendidikan yang benar adalah sistem yang menyiapkan anak2 kita agar mampu menjalankan kewajiban ritual dan sosialnya pada usia itu.. yang terjadi adalah terdapat "kesenjangan" yang panjang, ketika anak2 kita secara fisik sudah "aqil baligh" pada usia 14 tahun, namun secara finansial dan sosial baru "mandiri" pada usia 25 tahun bahkan lebih... kesenjangan yg panjang itulah penyebab berbagai penyakit kejiwaan dan penyakit sosial melanda kehidupan para remaja, seperti pola hidup konsumtif, ketidak pedulian, eufimisme, pergaulan bebas, narkoba, kelainan perilaku seksual, bunuh diri dsbnya
Seorang sahabat saya Alwi Alatas, mengklipping ratusan artikel mengenai kenakalan dan tragedy mengerikan yang terjadi pada anak-anak SMA (rentang usia terdekat paska aqil baligh - 16 - 19 thn) lalu membukukannya dengan judul yang ekstrim sebagai kesimpulan atas keseluruhan isi buku yaitu "masa SMA adalah masa yang tidak perlu ada dalam sejarah kemanusiaan". Oleh penerbit, judulnya diperhalus menjadi "Gaul ga mesti Nagwur".
Tidak kurang dari belasan klipping tawuran anak SMA di Jakarta yang direkam oleh buku itu. Jumlah anak remaja yang meregang nyawa karena dihantam batu, ditusuk badik dan celurit dan seterusnya. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di berbagai belahan dunia lainnya.
Di Jepang misalnya, selain kasus bunuh diri pelajar yang sangat sering terjadi, juga kasus pembantaian sesama. Seorang remaja SMA di Jepang menghilang selama berhari-hari, lalu suatu hari ditemukan kepala nya ditaruh di pagar sekolah beserta secari kertas bertuliskan "...ini hadiah untuk sekolah yang menyengsarakan". Pembunuh remaja SMA yang malang itu adalah rekan sekolahnya sendiri.
Silahkan baca artikel ulasannya http://alwialatas.multiply.com/journal/item/21
Terbayang dalam benak saya, jika anak2 kita mengalami pendidikan yang baik dan sesuai dengan sunnatullah, yaitu kedewasaan biologis dibarengi dengan kedewasaan psikologis dan sosialnya, maka dalam skala individu, anak2 kita akan menjalani kehidupannya dengan bahagia dan bermanfaat bagi dirinya.
Dalam skala bangsa dan komunal, bisa terbayangkan dahsyatnya efisiensi dan efektifitas yang dinikmati bangsa dan negara. APBN pendidikan yang rendah, karena rentang pendidikan bisa dipercepat, krn biaya keamanan dan operasional petugas Kepolisian menjadi tidak boros mengurusi tawuran, aborsi dan narkoba, krn usia produktif lebih cepat shg jumlah pengangguran yang secara otomatis turun drastis, dstnya. Yang jelas regenerasi Bangsa bisa lebih cepat 10-15 tahun, yaitu ketika usia produktif dipercepat dari 25 tahun menjadi 15 tahun.
Target pendidikan menjadi jelas, kurikulum tepat guna, yaitu sejalannya kedewasaan biologis sejalan dengan kedewasaan psikologis dan sosial serta finansial. Secara agama tentu anak ini memiliki kecerdasan emosional dan spiritual yang jauh lebih baik dari generasi yang terlambat produktif.
Saat ini tidak kurang dari 16-20 Tahun masa belajar yang harus dilewati anak2 kita tanpa output yang jelas dan outcome yang bisa dirasakan manfaatnya oleh diri anak2 kita dan masyarakat. TK 2 Tahun, SD 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun dan PT 4 tahun, belum ditambah tahun2 yang harus dibayar oleh kelulusan SMA dan Perguruan Tinggi akibat mutu kelulusan yang tidak siap berproduksi.
Padahal pembagian tahapan pendidikan tersebut di atas (Toddler, Kids, Teenager dstnya) , menurut seorang Psikolog Muslim, Malik Badri, "tidak pernah bisa dibenarkan secara ilmiah". Itu hanyalah pengamatan psikolog barat terhadap masyarakatnya.
Lalu,kita sebagai orang-tua dan guru tegakah kita membiarkan anak2 kita terombang ambing dalam usia pubertas dengan kemampuan biologis yang setara orang dewasa namun kemampuan psikologis, sosial dan finansial setara balita yang tidak produktif??
Kenapa kebanyakan negara mempertahankan rentang kesenjangan yang panjang, antara usia biologis dan usia psikologis?? Kenapa pendidikan begitu teganya mengkebiri kedewasaan psikologis anak2 kita ketika kedewasaan biologisnya sdh hadir??
Jawabannya sederhana. Kapitalisme!!!
Tepatnya kapitalisme yang "mendrive" dunia pendidikan. Masuk begitu jauh sejak konten kurikulum yang output pendidikannya adalah kelulusan yang "tidak dewasa dan tidak siap produktif", sampai kepada tahapan pendidikan yang "sangat panjang serta tidak masuk akal".
Masa produktif mengalami penundaan dengan alasan bahwa penduduk pada rentang usia 15 - 25 tahun adalah rentang yang paling "banyak" dalam piramidal sosial. Daya belanja dan daya konsumsi mereka melebihi kelas dewasa dengan usia di atas 25 tahun. Kelas usia 15 - 25 tahun ini harus dipertahankan sebagai kelas konsumtif yang loyal namun tidak produktif, setidaknya tidak sadar mengenai arti "produktifitas" karena dilambatkan kedewasaan psikologis dan sosialnya.
Misalnya, bisa dilihat dengan mudah bahwa pelanggan berat industri Telko dan "pemakan pulsa dan bandwidth" terbesar adalah usia 15 - 25 tahun ini. Begitu pula dalam industri lain, seperti industry energy sebagai pemasok energy bagi pabrik2 fashion, entertainment dan food & beverage, dengan pelanggan terberat adalah remaja pada rentang usia 15 - 25 tahun ini. Generasi biologis konsumtif "berat", namun tidak melek makna produktifitas karena keterlambatan kedewasaan Psikologis dan Sosial.
Tidak sesederhana itu, ditenggarai pula bahwa usia 15 - 25 yang tidak produktif ini memicu kelas usia orang tua di atasnnya (usia 35 - 55 tahun) untuk melakukan korupsi besar2an dikarenakan tuntutan anak2 mereka. Mungkin terlalu jauh, tetapu saya pribadi menduga ini sebagai upaya sistematis untuk membuat bangsa2 berkembang, selalu miskin dan tergantung kepada kebaikan hati para neo kolonialis negara2 maju.
Apapun alasan dan akibatnya, mari kita kembali ke anak2 kita di rumah, apakah kita bersedia membiarkan anak2 kita menjadi generasi yang kedewasaan biologisnya tidak sejalan dengan kedewasaan psikologis - sosial serta finansialnya???
Semua masalah yang menimpa anak2 remaja kita adalah karena sunnatullah perkembangan remaja secara "kejam" dilanggar...
Mari kita bergandeng tangan untuk saling menasehati dan menguatkan dalam melanjutkan amanah Allah swt, amanah peradaban kemanusiaan kedepan, amanah kelestarian alam dan lingkungan... yaitu amanah dari segala amanah, itulah anak2 kita
Salam Semangat
Sumber: https://www.facebook.com/groups/millennial/doc/109454745802796/
Kita memahami bahwa "aqil baligh" ditandai dengan mensturasi pada anak wanita dan "sweat dream" pada anak pria... menurut penelitian, generasi millennial mengalami "aqil baligh" pada usia 12-15 tahun. Dalam perpekstif kewajiban dan tanggung jawab yang harus diemban oleh manusia dewasa, masa setelah itu disebut "sinnu taklif", yaitu masa ketika kewajiban anak kita setara dengan orang tuanya dalam beribadah, mencari nafkah, menikah dstnya.
Itu artinya, sistem pendidikan yang benar adalah sistem yang menyiapkan anak2 kita agar mampu menjalankan kewajiban ritual dan sosialnya pada usia itu.. yang terjadi adalah terdapat "kesenjangan" yang panjang, ketika anak2 kita secara fisik sudah "aqil baligh" pada usia 14 tahun, namun secara finansial dan sosial baru "mandiri" pada usia 25 tahun bahkan lebih... kesenjangan yg panjang itulah penyebab berbagai penyakit kejiwaan dan penyakit sosial melanda kehidupan para remaja, seperti pola hidup konsumtif, ketidak pedulian, eufimisme, pergaulan bebas, narkoba, kelainan perilaku seksual, bunuh diri dsbnya
Seorang sahabat saya Alwi Alatas, mengklipping ratusan artikel mengenai kenakalan dan tragedy mengerikan yang terjadi pada anak-anak SMA (rentang usia terdekat paska aqil baligh - 16 - 19 thn) lalu membukukannya dengan judul yang ekstrim sebagai kesimpulan atas keseluruhan isi buku yaitu "masa SMA adalah masa yang tidak perlu ada dalam sejarah kemanusiaan". Oleh penerbit, judulnya diperhalus menjadi "Gaul ga mesti Nagwur".
Tidak kurang dari belasan klipping tawuran anak SMA di Jakarta yang direkam oleh buku itu. Jumlah anak remaja yang meregang nyawa karena dihantam batu, ditusuk badik dan celurit dan seterusnya. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di berbagai belahan dunia lainnya.
Di Jepang misalnya, selain kasus bunuh diri pelajar yang sangat sering terjadi, juga kasus pembantaian sesama. Seorang remaja SMA di Jepang menghilang selama berhari-hari, lalu suatu hari ditemukan kepala nya ditaruh di pagar sekolah beserta secari kertas bertuliskan "...ini hadiah untuk sekolah yang menyengsarakan". Pembunuh remaja SMA yang malang itu adalah rekan sekolahnya sendiri.
Silahkan baca artikel ulasannya http://alwialatas.multiply.com/journal/item/21
Terbayang dalam benak saya, jika anak2 kita mengalami pendidikan yang baik dan sesuai dengan sunnatullah, yaitu kedewasaan biologis dibarengi dengan kedewasaan psikologis dan sosialnya, maka dalam skala individu, anak2 kita akan menjalani kehidupannya dengan bahagia dan bermanfaat bagi dirinya.
Dalam skala bangsa dan komunal, bisa terbayangkan dahsyatnya efisiensi dan efektifitas yang dinikmati bangsa dan negara. APBN pendidikan yang rendah, karena rentang pendidikan bisa dipercepat, krn biaya keamanan dan operasional petugas Kepolisian menjadi tidak boros mengurusi tawuran, aborsi dan narkoba, krn usia produktif lebih cepat shg jumlah pengangguran yang secara otomatis turun drastis, dstnya. Yang jelas regenerasi Bangsa bisa lebih cepat 10-15 tahun, yaitu ketika usia produktif dipercepat dari 25 tahun menjadi 15 tahun.
Target pendidikan menjadi jelas, kurikulum tepat guna, yaitu sejalannya kedewasaan biologis sejalan dengan kedewasaan psikologis dan sosial serta finansial. Secara agama tentu anak ini memiliki kecerdasan emosional dan spiritual yang jauh lebih baik dari generasi yang terlambat produktif.
Saat ini tidak kurang dari 16-20 Tahun masa belajar yang harus dilewati anak2 kita tanpa output yang jelas dan outcome yang bisa dirasakan manfaatnya oleh diri anak2 kita dan masyarakat. TK 2 Tahun, SD 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun dan PT 4 tahun, belum ditambah tahun2 yang harus dibayar oleh kelulusan SMA dan Perguruan Tinggi akibat mutu kelulusan yang tidak siap berproduksi.
Padahal pembagian tahapan pendidikan tersebut di atas (Toddler, Kids, Teenager dstnya) , menurut seorang Psikolog Muslim, Malik Badri, "tidak pernah bisa dibenarkan secara ilmiah". Itu hanyalah pengamatan psikolog barat terhadap masyarakatnya.
Lalu,kita sebagai orang-tua dan guru tegakah kita membiarkan anak2 kita terombang ambing dalam usia pubertas dengan kemampuan biologis yang setara orang dewasa namun kemampuan psikologis, sosial dan finansial setara balita yang tidak produktif??
Kenapa kebanyakan negara mempertahankan rentang kesenjangan yang panjang, antara usia biologis dan usia psikologis?? Kenapa pendidikan begitu teganya mengkebiri kedewasaan psikologis anak2 kita ketika kedewasaan biologisnya sdh hadir??
Jawabannya sederhana. Kapitalisme!!!
Tepatnya kapitalisme yang "mendrive" dunia pendidikan. Masuk begitu jauh sejak konten kurikulum yang output pendidikannya adalah kelulusan yang "tidak dewasa dan tidak siap produktif", sampai kepada tahapan pendidikan yang "sangat panjang serta tidak masuk akal".
Masa produktif mengalami penundaan dengan alasan bahwa penduduk pada rentang usia 15 - 25 tahun adalah rentang yang paling "banyak" dalam piramidal sosial. Daya belanja dan daya konsumsi mereka melebihi kelas dewasa dengan usia di atas 25 tahun. Kelas usia 15 - 25 tahun ini harus dipertahankan sebagai kelas konsumtif yang loyal namun tidak produktif, setidaknya tidak sadar mengenai arti "produktifitas" karena dilambatkan kedewasaan psikologis dan sosialnya.
Misalnya, bisa dilihat dengan mudah bahwa pelanggan berat industri Telko dan "pemakan pulsa dan bandwidth" terbesar adalah usia 15 - 25 tahun ini. Begitu pula dalam industri lain, seperti industry energy sebagai pemasok energy bagi pabrik2 fashion, entertainment dan food & beverage, dengan pelanggan terberat adalah remaja pada rentang usia 15 - 25 tahun ini. Generasi biologis konsumtif "berat", namun tidak melek makna produktifitas karena keterlambatan kedewasaan Psikologis dan Sosial.
Tidak sesederhana itu, ditenggarai pula bahwa usia 15 - 25 yang tidak produktif ini memicu kelas usia orang tua di atasnnya (usia 35 - 55 tahun) untuk melakukan korupsi besar2an dikarenakan tuntutan anak2 mereka. Mungkin terlalu jauh, tetapu saya pribadi menduga ini sebagai upaya sistematis untuk membuat bangsa2 berkembang, selalu miskin dan tergantung kepada kebaikan hati para neo kolonialis negara2 maju.
Apapun alasan dan akibatnya, mari kita kembali ke anak2 kita di rumah, apakah kita bersedia membiarkan anak2 kita menjadi generasi yang kedewasaan biologisnya tidak sejalan dengan kedewasaan psikologis - sosial serta finansialnya???
Semua masalah yang menimpa anak2 remaja kita adalah karena sunnatullah perkembangan remaja secara "kejam" dilanggar...
Mari kita bergandeng tangan untuk saling menasehati dan menguatkan dalam melanjutkan amanah Allah swt, amanah peradaban kemanusiaan kedepan, amanah kelestarian alam dan lingkungan... yaitu amanah dari segala amanah, itulah anak2 kita
Salam Semangat
Sumber: https://www.facebook.com/groups/millennial/doc/109454745802796/