Seorang anak kecil merupakan bahan mentah yang siap menerima cetakan fitrah dari kedua orangtuanya, “Setiap anak dilahirkan atas dasar fitrah, dan kedua orangtuanyalah yang menjadikan menyimpang dari fitrah tersebut,” demikian sabda Nabi Muhammad Saw. Oleh sebab itu orangtua memiliki peran yang sangat besar untuk mendidik anak atas akhlak Islam, dan yang terpenting dari hal itu adalah lewat pengajaran ibadah yang baik dan benar atas diri anak-anak untuk membangkitkan rasa keimanannya. Dalam hal ini ibadah yang dimaksud adalah ibadah shalat.
Mulai dari contoh
Sebelum membangkitkan rasa keimanan anak sebaiknya orangtua mulai bercermin pada diri sendiri. Apakah rasa keimanan diri sudah terwujud lewat melakukan ibadah yang baik dan benar? Jika belum, mengapa tidak memulai untuk memperbaiki ibadah sebelum ‘menurunkan’-nya pada anak. Dengan senatiasa mengingat Allah swt, jiwa seorang ayah maupun ibu akan senatiasa sadar dan terjaga akan perannya sebagai orangtua yang memiliki kewajiban untuk memberikan contoh pada anak-anaknya. Karena pendidikan ibadah yang terbaik adalah melalu contoh nyata dari kedua orangtuanya.
Menyaksikan kedua orangtua melakukan shalat lima waktu setiap hari sejak dini, membuat anak terpicu untuk meniru. Apalagi dikisahkan sebuah hadits ketika seseorang bertanya kepada Rasulullah mengenai kapan waktu untuk mulai mengajak anak pada ibadah shalat. Nabi menjawab, “Jika ia sudah dapat membedakan tangan kanan dan tangan kirinya.” Pada anak kemampuan membedakan tangan kanan dan tangan kiri diperolehnya pada masa balita, atau masa lima tahun pertama usianya, ketika ia sedang senang-senangnya meniru apapun yang dilakukan ayah dan ibunya.
Di saat yang sama ayah maupun ibupun sebaiknya secara proaktif menyediakan sarana dan mengajak anak untuk mengikuti apa yang dilakukannya sewaktu melakukan ibadah shalat, misalnya menyediakan mukena atau sarung sesuai dengan ukurannya. Biarkan saja jika anak hanya memainkan sarung maupun mukenanya maupun mengikuti gerakan shalat sambil bermain-main, karena masa ini adalah masa bermain sehingga si kecilpun ‘mempelajari’ segala sesuatu melalui kegiatan yang satu ini. Namun sedikit demi sedikit orangtua dapat mengarahkan anak untuk mengikuti gerakan yang benar maupun memahami bahwa shalat adalah ibadah yang membutuhkan keseriusan dalam menjalankannya.
Fase pengajaran
Ketika anak memasuki usia sekolah, yaitu sekitar usia 7 tahun, maka mulailah anak siap untuk memasuki masa untuk mempelajari tata cara shalat yang benar. Seperti yang dijelaskan Rasulullah, “Ajarilah anakmu shalat pada usia tujuh tahun.” Beberapa cara yang dapat dilakukan pada fase ini, yaitu mengajarkan rukun-rukun shalat melalui pendekatan praktek langsung. Misalnya pada waktu-waktu shalat orangtua mengajak anak untuk langsung melakukan shalat dengan bimbingan. Mulai dari tatacara thaharah dan berwudhu pada anak, bagaimana membentuk barisan, shaf-shaf pada shalat diikuti dengan praktek shalat yang benar serta menghafalkan doa-doa secara bertahap. Ajak putra-putri Anda mengikuti ayahnya untuk melangsungkan shalat Jum’at di masjid setiap ada kesempatan. Katakan bahwa ia sudah mulai besar dan kewajiban seorang anak laki-laki yang beranjak besar adalah menunaikan ibadah shalat Jum’at di masjid secara berjamaah. Adapun mengajak anak shalat berjamaah di masjid berdampak sangat positif untuk pembiasaan anak dalam meniru tata cara kebiasaan perilaku yang baik ketika berada di dalam masjid serta mengikuti tata cara shalat yang dikerjakan oleh orang-orang dewasa. Ketika berusia sepuluh tahun anak belum juga mau mengikuti perintah shalat, maka diriwayatkan Al-Imam Abu Dawud disebutkan bahwa Nabi saw bersabda; “Suruhlah anak-anak kalian untuk shalat ketika berumur tujuh tahun dan jika telah berumur sepuluh tahun, namun tidak mau mengerjakan shalat maka pukullah.”
Ungkapan ini perlu dimaknai dengan berhati-hati, karena makna ‘pukullah’ di sini tentu bukan melakukan hukuman dengan kekerasan fisik yang menyakitkan dan melukai anak tetapi bahwa orangtua harus menunjukkan ketidak-senangan dan konsekuensi yang sangat tegas saat anak menolak shalat.
Rasulullah sebenarnya telah menunjukkan adanya fase-fase pengajaran sesuai dengan kemampuan anak. Jika anak diajarkan sesuai dengan fasenya serta mendapatkan contoh yang baik dari kedua orangtuanya, maka Insya Allah ia akan mendengar dan menaati kedua orangtuanya tanpa keraguan dan bantahan dalam memenuhi perintah tersebut. Namun jika orangtua tidak memberikan contoh yang baik maupun tidak memperkenalkan shalat secara bertahap sesuai dengan fase-fase perkembangan kemampuannya, maka bisa saja ia meremehkan perintah orangtuanya atau bahkan meninggalkan shalat karena tidak terbiasa dalam mengerjakan ibadah yang satu ini.
Mulai dari contoh
Sebelum membangkitkan rasa keimanan anak sebaiknya orangtua mulai bercermin pada diri sendiri. Apakah rasa keimanan diri sudah terwujud lewat melakukan ibadah yang baik dan benar? Jika belum, mengapa tidak memulai untuk memperbaiki ibadah sebelum ‘menurunkan’-nya pada anak. Dengan senatiasa mengingat Allah swt, jiwa seorang ayah maupun ibu akan senatiasa sadar dan terjaga akan perannya sebagai orangtua yang memiliki kewajiban untuk memberikan contoh pada anak-anaknya. Karena pendidikan ibadah yang terbaik adalah melalu contoh nyata dari kedua orangtuanya.
Menyaksikan kedua orangtua melakukan shalat lima waktu setiap hari sejak dini, membuat anak terpicu untuk meniru. Apalagi dikisahkan sebuah hadits ketika seseorang bertanya kepada Rasulullah mengenai kapan waktu untuk mulai mengajak anak pada ibadah shalat. Nabi menjawab, “Jika ia sudah dapat membedakan tangan kanan dan tangan kirinya.” Pada anak kemampuan membedakan tangan kanan dan tangan kiri diperolehnya pada masa balita, atau masa lima tahun pertama usianya, ketika ia sedang senang-senangnya meniru apapun yang dilakukan ayah dan ibunya.
Di saat yang sama ayah maupun ibupun sebaiknya secara proaktif menyediakan sarana dan mengajak anak untuk mengikuti apa yang dilakukannya sewaktu melakukan ibadah shalat, misalnya menyediakan mukena atau sarung sesuai dengan ukurannya. Biarkan saja jika anak hanya memainkan sarung maupun mukenanya maupun mengikuti gerakan shalat sambil bermain-main, karena masa ini adalah masa bermain sehingga si kecilpun ‘mempelajari’ segala sesuatu melalui kegiatan yang satu ini. Namun sedikit demi sedikit orangtua dapat mengarahkan anak untuk mengikuti gerakan yang benar maupun memahami bahwa shalat adalah ibadah yang membutuhkan keseriusan dalam menjalankannya.
Fase pengajaran
Ketika anak memasuki usia sekolah, yaitu sekitar usia 7 tahun, maka mulailah anak siap untuk memasuki masa untuk mempelajari tata cara shalat yang benar. Seperti yang dijelaskan Rasulullah, “Ajarilah anakmu shalat pada usia tujuh tahun.” Beberapa cara yang dapat dilakukan pada fase ini, yaitu mengajarkan rukun-rukun shalat melalui pendekatan praktek langsung. Misalnya pada waktu-waktu shalat orangtua mengajak anak untuk langsung melakukan shalat dengan bimbingan. Mulai dari tatacara thaharah dan berwudhu pada anak, bagaimana membentuk barisan, shaf-shaf pada shalat diikuti dengan praktek shalat yang benar serta menghafalkan doa-doa secara bertahap. Ajak putra-putri Anda mengikuti ayahnya untuk melangsungkan shalat Jum’at di masjid setiap ada kesempatan. Katakan bahwa ia sudah mulai besar dan kewajiban seorang anak laki-laki yang beranjak besar adalah menunaikan ibadah shalat Jum’at di masjid secara berjamaah. Adapun mengajak anak shalat berjamaah di masjid berdampak sangat positif untuk pembiasaan anak dalam meniru tata cara kebiasaan perilaku yang baik ketika berada di dalam masjid serta mengikuti tata cara shalat yang dikerjakan oleh orang-orang dewasa. Ketika berusia sepuluh tahun anak belum juga mau mengikuti perintah shalat, maka diriwayatkan Al-Imam Abu Dawud disebutkan bahwa Nabi saw bersabda; “Suruhlah anak-anak kalian untuk shalat ketika berumur tujuh tahun dan jika telah berumur sepuluh tahun, namun tidak mau mengerjakan shalat maka pukullah.”
Ungkapan ini perlu dimaknai dengan berhati-hati, karena makna ‘pukullah’ di sini tentu bukan melakukan hukuman dengan kekerasan fisik yang menyakitkan dan melukai anak tetapi bahwa orangtua harus menunjukkan ketidak-senangan dan konsekuensi yang sangat tegas saat anak menolak shalat.
Rasulullah sebenarnya telah menunjukkan adanya fase-fase pengajaran sesuai dengan kemampuan anak. Jika anak diajarkan sesuai dengan fasenya serta mendapatkan contoh yang baik dari kedua orangtuanya, maka Insya Allah ia akan mendengar dan menaati kedua orangtuanya tanpa keraguan dan bantahan dalam memenuhi perintah tersebut. Namun jika orangtua tidak memberikan contoh yang baik maupun tidak memperkenalkan shalat secara bertahap sesuai dengan fase-fase perkembangan kemampuannya, maka bisa saja ia meremehkan perintah orangtuanya atau bahkan meninggalkan shalat karena tidak terbiasa dalam mengerjakan ibadah yang satu ini.